IQNA

Wawancara IQNA dengan Mantan Reporter PBB:

Israel Berupaya Mengalihkan Opini Publik dari Kejahatannya di Gaza

14:38 - April 28, 2024
Berita ID: 3479986
IQNA - Mantan pelapor khusus PBB percaya bahwa Benjamin Netanyahu, perdana menteri rezim Zionis, tidak dapat mencapai tujuannya dalam perang "tidak manusiawi" di Gaza, dan dengan meningkatkan ketegangan dengan Iran, ia berupaya memperluas konflik dan mengalihkan opini publik.

Operasi Iran yang belum pernah terjadi sebelumnya melawan rezim Zionis, yang disebut "Operation True Promise", telah mendapat pengaruh luas di kalangan politik dunia.

Sebagian besar pakar dan analis independen menganggap serangan ini merupakan hak sah Iran sebagai respons terhadap pelanggaran hukum dan pelanggaran terhadap konsulat Iran di Suriah, yang dianggap sebagai bagian dari wilayah negara tersebut menurut kebiasaan internasional.

Terkait hal tersebut, IQNA berbicara dengan Richard Falk, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di wilayah pendudukan Palestina, dan menanyakan analisisnya mengenai aspek politik dan hukum dari operasi ini.

Richard Anderson Falk lahir pada tahun 1930 di New York. Pada tahun 2008, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) menunjuk profesor hukum internasional ini untuk masa jabatan enam tahun sebagai Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di wilayah pendudukan Palestina.

Pensiunan profesor hukum internasional di Universitas Princeton ini percaya bahwa Netanyahu telah gagal mencapai tujuan dari respons Israel yang sangat merusak dan tidak manusiawi terhadap operasi badai Al-Aqsa, dan dengan menyerang konsulat Iran di Damaskus, ia mengambil opsi untuk meningkatkan perang dengan menjadikan Iran sebagai ancaman utama bagi kepentingan Barat.

Detail percakapan ini adalah sebagai berikut:

Iqna - Menyusul serangan Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus, Teheran meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengecam serangan ini, namun dewan menolak melakukannya karena dukungan AS terhadap Israel. Ketika kita mempertimbangkan tanggung jawab PBB dalam menjaga perdamaian internasional, apa yang dimaksud dengan kepasifan ini?

Tindakan Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB yang mengisolasi Israel dari kewajibannya mematuhi hukum internasional mengenai kekebalan konsuler dan kedutaan merupakan pengingat bahwa PBB dirancang dengan buruk dalam hal penegakan hukum internasional. Memberikan hak veto kepada lima negara pemenang Perang Dunia II bisa dibilang merupakan kegagalan terbesar PBB dalam mencapai tujuan penting pencegahan perang.

Sejatinya, para arsitek PBB pada tahun 1945 merumuskan hukum internasional berdasarkan prioritas kelima aktor geopolitik tersebut mengenai pelaksanaan atau bahkan penafsiran kewajiban hukum masing-masing. Meskipun hanya lima negara yang diberikan hak veto dalam Piagam PBB, Amerika Serikat khususnya telah menggunakan hak ini untuk menggagalkan keinginan sebagian besar negara dan anggota PBB untuk membebaskan teman dan sekutu mereka dari tanggung jawab mereka.

Beberapa tahun yang lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengeluhkan situasi ini dengan mengatakan, "Dunia ini lebih besar dari lima."

Iqna - Beberapa analis percaya bahwa rezim Israel menargetkan konsulat untuk meningkatkan ketegangan dengan Iran dan menggunakannya sebagai kedok untuk terus membunuh warga Palestina di Gaza. Apa pendapat Anda mengenai hal ini dan bagaimana Tel Aviv bisa dimintai pertanggungjawaban atas kejahatannya di Gaza?

Seperti telah disebutkan, Netanyahu telah gagal mencapai tujuan dari respons Israel yang sangat destruktif dan tidak manusiawi terhadap peristiwa 7 Oktober, dan telah melihat pilihan terbaik untuk memperluas perang sedemikian rupa sehingga menjadikan Iran sebagai pesaing utama kepentingan Barat. Berkurangnya perang di Ukraina sehubungan dengan kejadian di Gaza menjadikan “kebijakan menyimpang” semacam ini dapat dibenarkan. Israel ahli dalam mengalihkan perhatian publik dari kejahatannya ke para pengkritiknya atau ke isu-isu yang tidak terlalu meresahkan.

Iqna - Apa pendapat Anda tentang upaya Mahkamah Internasional untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas genosida di Gaza, terutama mengingat rezim ini berencana menyerang Rafah, tempat lebih dari 1,5 juta pengungsi mengungsi?

Jawaban atas pertanyaan ini berkaitan dengan permasalahan yang pelik. Inisiatif Mahkamah Internasional untuk mengadili kejahatan moral dan politik Israel dalam genosida di Gaza sangatlah penting. Mahkamah Internasional tidak mampu menegakkan persyaratan hukum dari keputusannya pada bulan Januari dan Maret yang memerintahkan Israel untuk mengambil tindakan guna lebih meringankan penderitaan rakyat Palestina. Israel, yang didukung oleh Amerika Serikat, telah mengingkari komitmennya dan tampaknya siap melancarkan ancaman untuk menyerang Rafah, sebuah wilayah berpenduduk padat, yang diperkirakan akan menimbulkan korban jiwa yang mengejutkan. (HRY)

 

4211585

Kunci-kunci: wawancara iqna ، israel ، Opini ، gaza
captcha