IQNA melaporkan, penyebaran Covid-19 di dunia telah menyebabkan banyak aspek kehidupan manusia terkena dampak dari penyakit ini dan mengalami perubahan yang mendasar, baik positif maupun negatif. Beberapa perubahan di berbagai bidang kehidupan manusia begitu berpengaruh sehingga para ahli percaya bahwa perubahan ini berarti perubahan gaya hidup, pola, dan kebiasaan perilaku. Misalnya, di bidang ekonomi, banyak perusahaan yang memberikan layanan kepada pelanggan secara langsung sebelum Covid-19 berubah pendekatan ke online dan penggunaan layanan dunia maya. Telecommuting karyawan, penggunaan perangkat lunak pertemuan bisnis, dan kemakmuran bisnis berbasis toko online adalah beberapa perubahan terbesar yang dilihat ekonomi dunia selama Covid-19. Namun demikian, banyak usaha, terutama di sektor swasta dan usaha kecil, tidak dapat beradaptasi dalam menghadapi perkembangan tersebut dan terpaksa tutup sementara atau permanen.
Di bidang pendidikan, juga penyebaran Covid-19 telah menyebabkan banyak sekolah, universitas dan berbagai pusat pendidikan mengambil pendekatan yang berbeda, yang terpenting adalah penggunaan metode alternatif pendidikan tatap muka seperti pendidikan jarak jauh dan internet.
Metode alternatif ini membuat para ahli menggambarkan metode tersebut sebagai semacam revolusi di bidang pendidikan dan bahkan menganggap kelanjutan metode tersebut efektif dalam menekan biaya pendidikan dan meningkatkan tingkat pembelajaran, namun salah satu bidang terpenting yang terkena dampak penyebaran Covid-19 di berbagai komunitas adalah masalah yang berkaitan dengan agama dan ritual keagamaan. Selain relevan sebagai salah satu aspek terpenting dalam kehidupan individu seseorang, semua agama memiliki dimensi sosial yang luas yang mendorong orang untuk lebih hadir dalam masyarakat dan lebih banyak berinteraksi dengan orang lain yang seagama.
Penyebaran Covid-19 menyebabkan salah satu aspek sosial terpenting dari agama, yaitu kehadiran di tempat ibadah, ibadah kelompok, dan interaksi beragama, setidaknya terhenti sementara, dan masyarakat mencari alternatif. Umat Islam, seperti penganut agama lain, menghadapi banyak kesulitan dalam melakukan ibadah dan ritual keagamaan selama pandemi Covid-19, yang membuat mereka menggunakan metode alternatif. Sebagai salah satu agama minoritas terbesar di negara itu, Muslim di Inggris, seperti Muslim di belahan dunia lain, berusaha mencegah penyebaran virus Covid-19 dan pembatasan yang diberlakukan pada mereka dalam menjalankan kewajiban-kewajiban keagamaannya.
Teknologi dalam pelayanan berpuasa
Ramadan adalah tantangan pertama bagi umat Islam di dunia selama pandemi Covid-19. Bulan suci ini, khususnya bagi umat Islam di negara-negara minoritas, merupakan kesempatan yang baik untuk berhubungan dan berkenalan dengan anggota komunitas Muslim lainnya, namun wabah Covid-19 dan peraturan karantina nasional selanjutnya di Inggris, termasuk penutupan tempat ibadah (gereja, masjid, kuil, sinagoge) menyebabkan ribuan Muslim Inggris mengadakan ibadah massal Ramadan di rumah mereka tanpa kehadiran orang lain, tetapi karantina global tidak menghalangi Muslim untuk merasakan kegembiraan ibadah massal. Berkat teknologi baru dan internet, Muslim Inggris dapat secara virtual menggunakan banyak pertemuan keagamaan yang terkait dengan Ramadan, dan banyak masjid telah menggunakan teknologi untuk membantu umat Islam hadir dan terhubung dengan komunitas Muslim.
Menciptakan lingkungan yang aman bagi jamaah
Wabah Covid-19 yang terus berlanjut di Inggris telah memberlakukan pembatasan masjid di negara itu, seperti di tempat ibadah lainnya. Ini berlanjut bahkan setelah pembatasan pada Covid-19 dilonggarkan, dan masjid terpaksa menerima jamaah dengan kapasitas minimum. Hal ini mendorong masjid untuk mencari cara bagi jamaah untuk mematuhi peraturan karantina global. Hal ini dilakukan melalui penggunaan aplikasi seluler untuk penjadwalan dan registrasi online sehingga sejumlah kecil orang dapat hadir di masjid selama setiap salat berjamaah.
Tentu saja, penggunaan teknologi baru tidak terbatas pada pendaftaran jamaah. Salah satu masjid di Bradford mengambil inisiatif menarik dan menggunakan teknologi sistem kamera termometer untuk menciptakan lingkungan anti virus di dalam masjid.
Telegraph dalam laporannya terkait sistem ini menulis: “Kamera ini mengukur suhu tubuh setiap jamaah saat mereka memasuki masjid dan memiliki kekuatan untuk mendeteksi suhu tubuh 20 orang hanya dalam satu detik. Jika suhu tubuh seseorang tinggi, ia akan segera dirujuk ke ruang karantina untuk mendapatkan bimbingan dari sukarelawan terlatih yang aktif di bagian ini.” (hry)